Tak Hanya Pembayarannya yang Unik, Pasar Kramat Nglojo Tawarkan Suasana Kekeluargaan

By Abdi Satria


nusakini.com-Rembang – Jika di Temanggung, kita mengenal Pasar Papringan yang menjajakan kuliner tradisional dan untuk bertransaksi menggunakan uang kepingan dari bambu, di Kabupaten Rembang, tepatnya di Desa Nglojo, Kecamatan Sarang, ada pasar yang sama. Pengunjung yang hendak membeli kuliner khas Rembang yang ditawarkan warga, harus menukar uang rupiahnya dengan kepingan kayu bertuliskan nominal angka tertentu. 

Ya, Pasar Kramat Nglojo merupakan sebuah pasar wisata tradisional yang mempunyai konsep mengangkat tema budaya dan tradisi masyarakat lokal, baik kuliner, fesyen, penyajian maupun transaksi dalam proses jual beli. 

Nama Pasar Kramat diambil dari tempat lapang yang sejuk dan terdapat makam Mbah Maskur yang dianggap sebagai tokoh pertama yang babat alas di desa Nglojo dengan sebutan nama Kramat. Pasar Kramat Desa Nglojo dibuka untuk menyukseskan progam pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat desa, agar mampu menciptakan kemapanan dan kemandirian ekonomi. 

Pasar Kramat diresmikan Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen didampingi Bupati Rembang Abdul Hafidz, Rabu (1/5/2019) siang. Peresmian ditandai dengan memecah tempayan menggunakan pedang besar dari kayu. Setelah itu, Wagub dan Bupati pun menukarkan uang rupiahnya untuk diganti kepingan kayu berbentuk bundar dan membeli tiwul, getuk goreng dan nogosari sambil menenteng keranjang bambu kecil. 

Setelah duduk di kursi depan panggung, bersama para camat dan kepala desa, Gus Yasin, sapaan akrab wagub, menikmati jajanan dan sesekali meneguk air kelapa muda yang sudah disediakan panitia sambil menyaksikan pentas tari tradisional dan lomba pathol sarang, serta pentas seni Margaluyu. Sekitar 30-an stand Program Keluarga Harapan (PKH) yang menyajikan kerajinan khas setempat, juga turut meramaikan acara. 

Bupati Rembang Abdul Hafidz menjelaskan, adanya pasar Kramat Nglojo diharapkan dapat menambah penghasilan masyarakat. Warga juga bisa bergandengan tangan dalam menata sistem ekonomi berbasis kekeluargaan. Mengusung kearifan lokal, Pasar Nglojo juga bertujuan agar generasi muda lebih mengenal dan mengamalkan tradisi lokal. 

“Model pasar seperti ini sedang tren di mana-mana. Di Rembang, juga sudah ada di Kecamatan Kaliori. Semoga, ini bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi di Rembang dan mengentaskan kemiskinan. Apalagi, 450 keluarga penerima PKH di Sarang, Rembang, sudah paripurna. Artinya, para penerima sudah berkecukupan, tidak lagi minta ke pemerintah,” katanya. 

Wagub Gus Yasin menyatakan, di Kabupaten Rembang, untuk kali kedua PKH diwisuda. Dari kunjungan yang dilakukan di seluruh kabupaten dan kota se-Jateng, baru Rembang yang mewisuda (PKH). Ketika hal itu disampaikaan kepada Gubernur Ganjar Pranowo, dia pun memberikan apresiasi. 

“Banyak orang tidak mau dibilang sukses, karena bisa keluar dari garis kemiskinan. Dari hasil muter 35 kabupaten/ kota, hanya Kecamatan Sarang yang berani,” tandasnya. 

Dijelaskan, Pemprov Jateng melihat masih banyak bantuan yang tidak tepat sasaran. Untuk mengembangkan ekonomi, menurut Gus Yasin, masih dibutuhkan pelatihan dan kreativitas. Makanan tradisional karya warga pun bisa keluar daerah ketika metode penjualannya dilakukan via online dengan memanfaatkan media sosial. Seperti yang dilakukan warga Ponggok Klaten yang memviralkan objek wisata yang dikelola warga, hingga saat ini bisa meraup Rp16 miliar dalam setahun.(p/ab)